BISA jadi saat ini masa paling mendebarkan bagi para siswa. Terutama mereka yang sebentar lagi menghadapi ujian nasional (UN), baik tingkat SMP maupun SMA.
UN yang akan digelar pada Maret, menjadi momok bagi siswa. Sebuah program standarisasi pendidikan yang dibuat pemerintah itu, memang begitu menentukan bagi nasib siswa melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya. Hasil dari proses pendidikan selama tiga tahun, akan ditentukan oleh tiga hari atau selama UN itu digelar.
Tak heran jika semua sekolah berikut siswanya, seratus persen menyiapkan energinya menghadapi UN. Try out, pengayaan, bimbingan belajar dan apa pun istilahnya ditempuh guna mencapai hasil maksimal saat UN.
Hasilnya? Dari dua try out yang digelar terutama untuk Banjarmasin dan Kalsel, hasilnya masih jauh dari harapan. Pada try out tingkat SMA se-Banjarmasin beberapa waktu lalu, bisa dikatakan hasilnya jeblok. Banyak sekolah nilai kelulusan siswanya di bawah 10 persen.
Kemudian ketika try out SMA tingkat Kalsel digelar oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kalsel, hasilnya juga kurang lebih sama. Berdasarkan hasil akhir, tingkat kelulusan tertinggi diraih Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dengan angka 70 persen, kemudian Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) yang meraih 65 persen. Banjarmasin yang idealnya memiliki nilai kelulusan tertinggi, ternyata cuma menempati posisi ketiga dengan nilai kelulusan 50 persen.
Yang lebih memprihatinkan menimpa Kabupaten Kotabaru. Untuk mata pelajaran IPA dan IPS, tingkat kelulusan siswa daerah itu hanya dua persen. Malah jika dilihat per sekolah, di Banjarmasin ada sekolah untuk jurusan bahasa yang nilai kelulusannya nol persen alias semua siswanya tidak lulus. Demikian juga di Kabupaten Tapin. Ada sekolah, untuk mata ajaran IPS kelulusannya juga nol persen.
Jika melihat hasil itu, siapa pun, guru, siswa maupun orangtua pasti terhenyak. Meski try out hanyalah sebuah tes percobaan, namun hasilnya bisa memberi gambaran hasil UN. Itu karena soal yang diujikan memiliki standar sama dengan UN.
Hasil try out itu juga menunjukkan kritikan terhadap penyelenggaraan UN ada benarnya. Minimal memunculkan sebuah realita, standarisasi mutu pendidikan secara nasional masih jauh dari harapan yang dikonsepsikan.
Penyebabnya, mutu pendidikan memang masih timpang. Jawa dan luar Jawa, kota dan pelosok, kondisi dan mutu pendidikannya masih sangat timpang. Jadi, rasanya kurang fair menstandarkan mutu pendidikan jika kondisi proses belajar mengajar dan fasilitas pendukungnya timpang. Ibarat lomba lari, sangat sulit peserta lomba mencapai garis finish bersamaan apabila titik startnya berbeda-beda.
Sebagai sebuah kritik, mestinya UN tak dilakukan serentak. Artinya, proses standarisasi pendidikan seharusnya dilakukan bertahap dimulai dari masing-masing daerah, regional kemudian baru tingkat nasional.
Untuk mencapai standarisasi nasional itu, fasilitas maupun SDM pendukung pendidikan seperti pengajar berkualitas juga harus diseragamkan secara nasional. Jika semua itu telah siap, barulah standarisasi mutu pendidikan nasional dilakukan secara ajeg.
Tidak seperti sekarang, UN terkesan hanyalah sebuah ‘ambisi’ menghasilkan output pendidikan yang berstandar nasional namun mengabaikan proses dan fasilitas belajar yang justru seharusnya lebih dulu distandarisasi. (*)
Sumber:
http://forum.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/36232/sulitnya-lulus-un
24 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar